Kadatuan, Sang Perkasa Pelestari Kopi

Kaya dan unggul akan hasil bumi dan rempah, menjadikan daerah Kadatuan terdengar gagah. Kegagahannya tidak terlepas dari peran pelindungnya, macan kumbang. Keunggulan Kadatuan sebagai penghasil bumi dan rempah dari tanah priangan tidak hilang jadi kenangan. Nama daerah tinggal bangsawan ini kini jadi identitas produsen kopi unggulan. Kadatuan Koffie, begitu mereka dikenali, lengkap dengan wajah sang macan kumbang sebagai ciri khas asli. 

Kadatuan Koffie berangkat dari ironi kehidupan petani, yang nyatanya tak pernah cicip hasil kebunnya sendiri. “Petani yang kita ajak kerja sama belum pernah sama sekali merasakan kenikmatan kopinya sendiri seperti apa. Makanya kita ingin mengembangkan pengetahuan mereka mengenai pengolahan kopi sampai jadi saji,” ungkap Eko Djoko Prabowo. Kehidupan mereka harus disejahterakan, bukan hanya dengan pembelian, tapi juga kenikmatan. Mereka berhak tahu sedapnya kopi yang mereka tanam dan rawat dari bibit.

Program 101 milik Kadatuan Koffie menjadi jalan keluar. Ketika panen besar datang, mereka tidak hanya mendapat uang. Setiap 100kg ceri kopi yang dijual ke Kadatuan Koffie , akan ditukar dengan 1kg roast bean untuk dinikmati.

“Sekarang sudah banyak yang sadar nikmatnya kopi mereka seperti apa,” tambahnya sembari tersenyum. Benar saja, petani terbukakan perspektifnya. Peluang yang ditawarkan industri kopi tidak berhenti di penjualan ceri. Tidak sedikit dari mereka yang kini lebih memilih barang jadi ketimbang materi. Alhasil, usaha kecil hadir mengisi kekosongan kala musim panen belum tiba.  

Kebun milik Kadatuan terletak di Cimaung, Pangalengan. Pun kebun-kebun satelitnya tersebar di berbagai daerah Jawa Barat. Tidak memfokuskan diri untuk produksi satu jenis kopi, Arabica dan Robusta dapat perlakuan sama di sini. Pendiri Kadatuan tahu, keduanya memiliki kualitas beda dengan karakteristik tak sama. Tekad untuk meningkatkan pamor petani dan kopi terwujud dalam aksi.

Cimaung jadi latar di sektor perkebunan dan pengolahan paska panen. Setiap ceri kopi yang berbeda ciri mendapat proses lanjutan sendiri, apakah natural process atau dry process. Jika manusia berkeinginan diistimewakan, maka bagi kopi itu adalah keharusan. Demi kualitas, ceri kopi yang telah bertransformasi menjadi green bean mesti dijaga kelembabannya. Pun setelah menjadi roast bean, mesti dijaga aromanya.

Jika Cimaung jadi latar perkebunan dan pabrik hulu, maka jalan Karapitan adalah latar gudang produksi hilir. Hasil perlakuan istimewa di hulu diantar ke Karapitan untuk dipercantik. Ada yang dipanggang atau digiling. Roasting atau grinding. Roasted bean menjadi produk Kadatuan Koffie yang diunggulkan. Distribusinya luas sebagai penyuplai untuk kedai-kedai. Sedang bubuk kopi dikemas ritel.

Arabica Jawara, Robusta Wani, dan Dekaffein, adalah tiga wajah Kadatuan Koffie ritel. Arabica Jawara menjadi produk ajaib dari Kadatuan Koffie. Cita rasa bergantung pada penyajian, dingin atau panas jadi pilihan. Pun Robusta Wani yang benar-benar berani. Memadukan arabica dan robusta jadi kesatuan, bukanlah sebuah pemberontakan terhadap kopi dalam bentuk penyajian, namun sebagai pembaruan.  Pencampurannya menjadi kelebihan. Sedang Dekaffein hadir dari hasil fermentasi. Kadar kafeina kopi turun akibatnya.

Produk ritel jadi sasaran kaum dewasa. Kecenderungan memilih kopi seduhan masih jadi kebiasaan. Sedang yang muda, dirangkul dalam kedai. Dengan harga terjangkau, Kadatuan Koffie sajikan kopi pilihan, asli tanah priangan. “Kopi sehat tidak harus mahal,” tutur Eko Djoko Prabowo, Chief Financial Officer Kadatuan Koffie. Berbeda pula dengan produsen dan penyaji kopi yang lebih memilih roast bean

Kadatuan Koffie memberi kesempatan bagi daerah lain untuk menikmati hasil produksinya. Sampai ke Solo dan Tegal, Kadatuan Koffie terbukti tidak tertinggal. Dibandingkan dengan penjualan di Jawa Barat, ritel Kadatuan Koffie lebih dikenal di daerah orang.

“Padahal peluang industri kopi di Jawa Barat sangatlah dahsyat. Jika seluruh penduduknya meminum kopi, volume seduhannya mencapai empat kali volume waduk Jatiluhur, entah dalam sehari atau setahun,” tambahnya. Pun faktanya Jawa Barat adalah satu dari banyak penghasil kopi terbesar di Indonesia. Kemampuan suplai Jawa Barat untuk ekspor kopi mencapai setengah dari total. Namun keunggulannya belum begitu dikenal.

Persaingan mungkin jadi alasan. Meski sesama produsen tidak seperti oponen, brand kopi Jawa Barat belum terangkat. Setiap dari mereka mencari pasar besar yang tak mirip. Meski saling melengkapi, jalannya masih sendiri. Pun karakter penduduk yang ingin instan, jadikan kopi sachet sebagai pilihan.

Menjamurnya kedai kopi jadi peluang sekaligus tantangan bagi pelaku produksi. Pasar hilir semakin luas, pilihan distribusi semakin bebas, persaingan semakin beringas. Bersamaan dengannya, penyajian kopi asli turut terimbas. Sayang, penduduk asli masih perlu pelurusan. Budaya ngopi jadi gambaran dari tersedianya minuman dan cemilan, peran kopi tidak menjadi keharusan, karna minuman dapat selalu digantikan.

Besar harapan Kadatuan Koffie dapat merubah pandangan dari petani dan penduduk Jawa Barat sebagai komponen pendukung industri. Dengan keyakinan kopi asli tanah priangan tidak pernah mengecewakan, dengan kegagahannya Kadatuan Koffie maju hadapi tantangan.

(IHA & MBP)