Unggahan Lapor Diri

Menjadi seorang barista bukanlah bagian dari rencana Malvin sebelumnya. Bermula dari tawaran seorang kawan untuk bekerja di sebuah kafe bernama Morning Glory, mengubah pandangannya mengenai kopi. Malvin yang tadinya sekedar penikmat kopi biasa, kemudian tertarik dengan dunia dimana ia tenggelam dalam aroma dan cita rasa. Melayani customer dengan kopi buatan sendiri pun menjadi kebanggaan tersendiri untuknya.

Bagi Malvin, barista bukanlah seseorang yang hanya menyajikan kopi di kafe. Berinteraksi dan melayani customer dengan baik pun menjadikan profesi barista di kafe, berbeda dengan penyaji kopi di rumah. Selain untuk mengasah kemampuan barista, Morning Glory juga membuka pelatihan khusus bagi orang-orang dari luar yang ingin mengetahui cara kerja seorang barista.

Menjadi seorang barista bisa dikatakan tidak mudah dan juga tidak sulit. Ada satu hal yang harus diingat oleh para barista, yaitu tidak boleh merokok saat bekerja. Rokok bisa ‘melumpuhkan’ indera perasa sang barista yang berfungsi untuk mencicipi cita rasa kopi. Lidah adalah kunci utama dalam pekerjaannya.

Ada tujuan mulia di balik pemilihan kopi Arabica sebagai bahan utama kafe ini, yaitu untuk mensejahterakan petani kopi Jawa Barat. Ditambah lagi, yang menjadi primadona di Morning Gloryadalah cappuccino coffie latte. Kopi tersebut masih berbentuk biji mentah saat didatangkan, maka di kafe inilah biji kopi Arabica mengalami proses roasting. Peralatan yang biasa digunakan adalah grinder, yang mengolah biji kopi menjadi bubuk halus, milk jug, dan lain-lain.

Awal karirnya sebagai barista tak berjalan mulus. Pengalaman buruk yang mengguncang posisinya sebagai barista tidak akan pernah ia lupakan. Kritikan tajam dari seorang customer pun pernah ia terima. Dianggapnya kopi buatan Malvin tidak enak, tidak sesuai ekspektasi. Bahkan ia harus mengulang membuat kopi tersebut sebanyak sebelas kali demi memuaskan keinginan sang customer. Namun pengalaman tak mengenakkan tersebut bak pecutan penyemangat baginya untuk berusaha lebih keras, untuk meningkatkan kemampuan diri, hari demi hari.

“Kopi ga akan mengkhianati lah. Kalau prosesnya asal-asalan kelihatan dari hasilnya. Kalau diproses dengan benar ya kelihatan juga dari hasilnya. Sama kayak seni. Menurut saya kopi itu seni” ujar Malvin dengan mata berbinar-binar, diselingi sedikit tawa.

Proses pembelajaran tersebut membuatnya tanpa sadar merasa sangat nyaman menjadi seorang barista. Itulah yang membuat Malvin tetap bertahan bekerja di kafe kopi selama 3 tahun ini.

“Kopi tuh bukan sekedar di cup, gelas, pas disajkan terus diminum, engga, kopi tuh filosofinya banyak banget, art-nya banyak banget, sama kesenangannya banyak banget. Kita juga bisa ketemu banyak orang, klien baru”.

Kini budaya ‘ngopi’ semakin menjamur. Sebagai barista, Malvin tak menyangka jika posisi barista banyak diinginkan oleh masyarakat. Pada awalnya, Malvin beranggapan bahwa barista adalah orang yang tidak terlihat, karena bekerja di belakang alat-alat.

Bergesernya pandangan publik mengenai barista membuatnya bangga sekaligus khawatir. Motivasi yang beragam untuk menjadi barista pun membuatnya cemas, akan keinginan seseorang untuk sekedar bergaya-gayaan.

Menurutnya, barista yang tidak benar-benar serius dalam pekerjaannya malah akan menjatuhkan perindustrian kopi yang ada, seperti membuatnya dengan asal-asalan sehingga kopi yang dihasilkan tidak memiliki cita rasa yang baik. Padahal, tujuan utama yang sebaiknya dicapai oleh barista adalah mengembangkan industri kopi, agar industri tersebut tetap ada untuk jangka waktu yang lebih lama. “Yang paling penting adalah buat industri kopi ini tetap berjalan, jangan sampai barista-barista yang kurang bertanggung jawab malah membuat industri kopi jadi menurun” ucap Malvin.

(NT)

Scroll to Top