Saat itu sedang hujan rintik. Jika datang cahaya, mungkin akan terlihat warna-warna indah mengukir langit Cibadak. Tapi beruntung, saya merasakan keindahan tak terduga dari sebuah vihara yang membayar luka sebab hilangnya warna-warna setelah hujan reda.

Selasa (13/11), hari itu nyala sinar matahari sudah tidak terlihat lagi. Namun, Vihara Sinar Mulia justru nampak terang, mengawali malam dengan mengobarkan api semangat spitirualnya. Ketika sang surya tidak menunjukan wujudnya, vihara ini membuka cakrawala semangat umat Tao untuk memuja Penciptanya.

Disaat gelap malam menusuk relung, lampion-lampion merah yang tergantung kini menyalakan pertanda. Waktu peribadatan sudah tersedia. Ia membuka diri, bagi mereka yang rindu berdialog dengan Sang Pencipta. Lampion ini tidak akan mati seperti sang surya yang hadir hanya pada terik hari. Lampion ini akan setia menemani, mendobrak gelap yang teguh menyelimuti.

Diantara berbagai ajaran agama, Taoisme Vihara Sinar Mulia mewujud sebagai kepercayaan yang memiliki nilai ajaran berbeda. Tak serupa dengan Taoisme lainnya. Keutamaan dalam ajaran Tao di vihara ini terletak pada kesederhanaan. Tempampang dari batang hio bak simbol ritual yang hanya nampak satu-satunya itu.

Memang, saat itu tak banyak raga yang singgah untuk memuja asa pada Penguasanya. Tapi, perasaan khidmat yang terdekorasi sedemikian rupa, meluluhlantakan perasaan sepi. Kesunyian begitu terasa, merogoh kocek perasaan jiwa. Namun, saat mendengar cerita dari sang wakil ketua, kesunyian hilang tak terduga. Wakil Ketua Agung, pada saat itu bercerita tentang bagaimana vihara tercipta, hingga pada pengetahuan tentang ajaran suci ini. “Taoisme di Vihara Sinar Mulia ini muncul tahun 2002 oleh delapan orang” begitu awal mulanya. Bermula dari rumah-rumah, sampai berdirinya Vihara Sinar Mulia. Terpampang kokoh diantara tempat peribadatan lainnya, tak begitu megah. Namun, kekuatan spiritualnya seakan menghadirkan nuansa kemegahan tersendiri.

Vihara dengan aliran Thay Shang Men ini menjadi salah satu aliran yang terkemuka di Indonesia. “Aliran kita saat ini sudah cukup banyak. Tersebar di 18 provinsi, ini (Bandung) salah satunya’ begitu tutur Wakil Ketua Agung. Ia juga mengungkap bahwa Thay Shang Men lebih menekankan pada sisi spiritual dan itu yang membedakan dengan aliran lainnya.  Ia juga mengungkapkan bahwa ajaran Tao ini sudah lebih dulu ada, dan hidup diantara masyarakat Tionghoa pada masanya. “Sebelum Buddha masuk dari Tiongkok, sebelum Buddha mempengaruhi, Tao sudah ada. Ia menjadi cara pandang, pola pikir, akar budaya, nilai-nilai spiritualnya orang Tionghoa.” jelasnya.

            Melangkah lebih dalam, saya mengakui vihara yang berlokasi di Jalan Cibadak ini di hias sedemikian cantik. Kesuciannya hidup di setiap inci dekorasi. Disambut oleh pintu seret, seakan menggeser rona kehidupan. Pintu yang membuka cahaya, menjadi sebuah celah menuju hidayah. Meski kegiatan ibadat dibuka hanya pada Selasa dan Jum’at saja, Vihara Sinar Mulia terbuka lebar bagi setiap jemaat guna mengisi kebutuhan spiritualnya.

Mangkuk dupa serta aroma wewangian yang khas menyambut langkah saya. Mangkuk dupa yang merona, terisi oleh dupa-dupa. Meskipun rasanya bak mencium aroma yang tidak biasa, bagi mereka, udara segar justru tercium dari dupa yang terbakar. Nuansa Tionghoa begitu terasa. Seolah lupa bahwa ini masih di tanah Sunda. Eksistensi dupa yang dibakar itu, nyatanya membawa harap yang dipanjatkan untuk Yang Maha Bijaksana.

Puluhan dokumentasi kegiatan seakan hidup menggambarkan sebuah jalan cerita. Sang Vihara seakan mengundang pendatang untuk melirik cerita yang terkandung pada riasan yang terpampang. 16 tahun cerita terekam, abadi dalam bingkai sketsa. Potret lokasi vihara-vihara atau tempat ibadah yang tersebar di Indonesia menempel di dinding. Menambah ruh suasana untuk hati yang bening.

Enam patung menghidupi Vihara Sinar Mulia. Mereka menjelma bak representasi dewa yang harus dipuja. Menurut Agung, Patung-patung merupakan representasi dewa yang hadir dalam jiwa setiap pemujanya. Namun, sosok dewa tetap abadi dan menjadi pujaan layaknya Sang Maha Kuasa. Meskipun sebenarnya saya masih mereka-reka apa yang terkandung di dalamnya, cerita wakil ketua, membubuhkan sebuah filosofi yang tidak bisa teramati. Bukan khayalan tapi keyakinan yang nyata. Begitulah potret Vihara Sinar Mulia, tempat ibadah umat Tao. Vihara yang melukiskan garis kepercayaan yang hidup diantara perbedaan, vihara yang akan terus bersinar dengan sinar hakikat keyakinanya, berjalan dalam kepercayaannya.

(AP)

Language
Scroll to Top