Tahun 2014 Indonesia berkabung atas wafatnya dalang kebanggaan bangsa, Asep Sunandar Sunarya. Prestasinya tak perlu dipertanyakan lagi dalam mengharumkan nama bangsa ini khususnya orang sunda dimata asing. Banyak pihak yang mengharapkan adanya pengganti dalang fenomenal tersebut. Jasad Asep Sunandar memang sudah kembali pada-Nya, namun ruhnya masih menjelma melalui sang cucu Khanha Ade Kosasih Sunarya. Menjadi dalang cilik memang sudah pilihannya, bukan merugi, melainkan sudah menjadi aktivitas sehari-hari dan melekat pada diri. Sebagai generasi ke-5 Khanha paham betul bahwa menjadi dalang cilik bukan hanya sekedar memainkan wayang, namun turut serta melestarikan budaya sunda.

Dalang cilik kelahiran agustus 2003 yang akrab disapa Khanha ini merupakan anak dari pasangan Irwansyah dan Niar Cuniarsyah. Menurut pengakuan sang ayah, ia hanya mendorong dan mengarahkan putranya saja, karena Khanha sendiri otodidak belajar mendalang. Selain otodidak, bakat alamiah yang diterima dari kakeknya ini menjadikan Khanha mudah mempelajari berbagai karakter wayang terutama cepot sebagai salahsatu dari wayang kesayangannya.

Disaat anak seusianya sibuk bermain dengan teknologi yang serba digital, tangannya malah sibuk beradu dengan boneka berbadan kayu benafas manusia ini. Bukan suatu hal yang merugi menurut Khanha mengenal wayang, sebab hal tersebut membawanya melanglang buana hingga ke negeri orang seperti Jepang. Tak perlu ditanyakan lagi, berbagai prestasi telah dicapainya sejak sekolah dasar melalui wayang.

Wayang tidak hanya seni dan budaya, melainkan dapat mencukupi kebutuhan hidup. Tidak hanya Khanha yang memiliki tabungan karena hasil prestasinya sebagai dalang cilik, melainkan masyarakat Kampung, Jelekong Baleendah Kabupaten Bandung. Mulai dari yang memahat kayu berbentuk berbagai karakter wayang dan membuat baju dilakukan oleh masyarakat Kampung Jelekong. Maka syukur terus menghujani Khanha, ucapnya.

Jika orang beranggapan bahwa wayang merupakan tontonan yang membosankan, Khanha berkata sebaliknya. Abah Asep Sunandar mengajarkan, menjadi seorang dalang itu diwajibkan untuk kreatif, ceritanya tidak lagi galur namun bisa lebih humoris. Tidak usah semalam suntuk, melainkan beberapa jam saja. Tergantung dari permintaan pasar. Bukan berarti menjadi tidak ada nilai yang disampaikan, melainkan membuat wayang golek masih bisa menyebarkan nilai yang bersifat kerohanian melalui permainan dengan gaya yang humoris. Wejangan sang kakeknya ini membuat Khanha banyak belajar, untuk tetap mempelajari wayang sebagai salah satu dari seni adiluhung.

Bagi Khanha, kecintaan terhadap seni dan budaya itu perlu ditumbuhkan sejak usia dini. Walaupun  ada berbagai kegiatan yang dapat dilakukan anak-anak dengan menyenangkan yang bertujuan untuk mencerdaskan. Bukan berarti kita enggan untuk mempelajari dan meresapi setiap budaya yang memang pada dasarnya melekat pada diri. Daripada ngalastarikeun budaya deungeun mendingan budaya sunda, khususna wayang golek. Daripada melestarikan budaya asing lebih baik budaya sunda, khususnya wayang golek. Ucap Khanha.

Language
Scroll to Top