Meniti Karir Dari Penjaga Rental Komputer Sampai Jadi Wakasek

“Pendidikan adalah kunci kesuksesan dalam hidup, dan guru meninggalkan pengaruh besar dalam kehidupan para siswanya”- Solomon Ortiz. Guru adalah pekerjaan yang paling mulia, karena seorang guru memiliki peran penting dalam membentuk karakter seorang manusia, begitu ujar seorang guru yang merangkap jabatan sebagai wakil kepala sekolah di salah satu sekolah dasar islam terpadu di wilayah Bogor. Tidak pernah memimpikan pekerjaan sebagai guru dan sempat merasa terjebak dengan profesi tersebut, namun dengan berjalannya waktu Ibu Dewi akhirnya menemukan passionnya melalui pekerjaan tersebut.

Dewi Alam Mattangaran, wanita kelahiran 10 Mei 1997 yang lahir di salah satu kota di wilayah Sulawesi Selatan, Rappang ini juga akrab disapa miss dewi oleh murid-murid disekolahnya. Beliau merupakan Anak dari pasangan suami istri Madaming Mattangaran dan Ida dan anak kelima dari enam bersaudara. Beliau Berasal dari Kota Palopo yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan.

Riwayat Pendidikan

Ibu Dewi menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Padang Sarre yang lokasinya sangat dekat dari kediamannya. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri Sabbang yang saat ini sudah mengalami perubahan naman menjadi SMP Negeri 1 Baebunta. Beliau sering berjalan kaki untuk menempuh perjalanan ke sekolahnya yang berjarak kurang lebih delapan kilometer, karena keterbatasan uang saku yang diberikan orang tuanya meski demikian tidak membuat beliau patah semangat dalam menjalani kesehariannya di sekolah, hal ini terlihat dari prestasinya yang selalu mendapatkan peringkat di sekolah. Setelah tiga tahun menjalankan pendidikan di SMP Negeri 1 Sabbang, beliau melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Masamba dan menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi di Politeknik (Sumber: Dokumentasi pribadi) UNHAS yang saat ini sudah berubah nama menjadi Politeknik Ujung Pandang ketika Ibu Dewi memasuki semester akhir perkuliahannya. Karena perubahan tersebut beliau menjadi angkatan pertama Politeknik Ujung Pandang. Semula bercita-cita menjadi dokter namun karena keterbatasan biaya yang dimiliki beliau terpaksa mengambil jurusan teknik elektro. Walaupun demikian, beliau lulus dengan predikat cumlaude.

Di tahun 2018 beliau menempuh pendidikan sarjan di Universitas Terbuka Bogor. Keputusan dari pemerintah tentang standar minimal pendidikan untuk guru sekolah dasar yaitu berada di tingkat Sarjana, membuat Ibu Dewi harus menempuh penyetaraan pendidikan agar bisa mendapatkan NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Kependidikan). Menjalankan peran ganda sebagai seorang mahasiswa semester delapan, guru, juga sebagai ibu dan istri membuat beliau sering terkendala dalam membagi waktu. Walaupun begitu, beliau masih bersyukur dengan adanya fasilitas yang diberikan pihak kampus seperti buku dan adanya kegiatan tutor setiap sebulan dua kali.

Perjalanan Karir

Setelah lulus dengan gelar Amd, beliau mulai mencari pekerjaan ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang merupakan tempat kediaman kaka keduanya, namun setelah setahun bekerja disana beliau memutuskan untuk berhenti karena merasa tidak sesuai dengan pekerjaan disana. Tahun 2003 beliau memutuskan untuk mencari pekerjaan di Jakarta dan sempat tertipu ketika pertama kali mencari pekerjaan di daerah Senen, Jakarta Pusat. Beliau diminta untuk membayarkan sejumlah uang agar diterima bekerja. Meski melalui berbagai usaha dan jerih payah yang dilakukan untuk mendapatkan pekerjaan sayangnya beliau tidak berkesempatan untuk mendapatkan pekerjaan apapun di Jakarta.

Setelah beberapa tahun tinggal dan mencari pekerjaan di Jakarta, beliau memutuskan pindah ke daerah Cibinong, Bogor. Berbekal informasi lowongan pekerjaan yang dipajang di koran beliau akhirnya mendapatkan pekerjaan di salah satu percetakan foto di ITC Depok. Beliau menggeluti profesi tersebut sekitar kurang lebih dua tahun lamanya.

Di tahun 2008 Ibu Dewi mencoba melamar pekerjaan sebagai guru bimbel, dari sinilah Ibu Dewi memutuskan untuk hijrah. Beliau memutuskan untuk hijrah karena merasa tidak bisa menjadi panutan bagi anak muridnya karena beliau belum menggunakan hijab pada saat itu, sedangkan murid-muridnya menggunakan hijab. Sayangnya, Ibu Dewi hanya bertahan sekitar dua bulan di pekerjaan tersebut, karena terhalang jarak dari rumah ke tempat kerja yang cukup jauh.

Masih di tahun 2008, Ibu Dewi memutuskan mencari pekerjaan yang jaraknya lebih dekat dengan rumah. Akhirnya, beliau mendapatkan pekerjaan sebagai karyawan di rental komputer dan fotokopi. Karena banyak menghabiskan waktu di depan komputer, kemampuan beliau dalam menjalankan software yang ada di komputer menjadi semakin tergali.

Lalu berikutnya di tahun 2010, ada seorang kerabat yang mengusulkan beliau untuk melamar pekerjaan di sekolah dasar, sayangnya pada saat itu beliau tidak tau bahwa sekolah tersebut merupaka sekolah islam. Dari sinilah Ibu Dewi yang tadinya hanya menggunakan hijab seadanya akhirnya menjadi terbiasa dengan pakaian muslimah yang seharusnya, tidak hanya itu berbagai kegiatan rutin mingguan keagamaan yang diadakan sekolah juga membuat pengetahuan agama beliau semakin baik.

Di tahun pertamanya mengajar Ibu Dewi ditugaskan mendidik murid kelas tiga, Setahun kemudian, karena kinerjanya yang bagus beliau ditugaskan untuk mengajar di kelas empat, hingga di tahun berikutnya beliau mengajar di kelas enam. Kepala sekolah mempercayakan beliau untuk mengajar di kelas enam selama enam tahun lamanya. Karir Ibu Dewi kian menanjak, beliau di percayakan menjadi koordinator bagian kurikulum. Sampai akhirnya diadakan pemilihan kepala sekolah, pada pemilihan ini setiap guru diminta untuk mengikuti serangkaian tes salah satunya adalah tes IQ dan hasil yang diperoleh dari tes tersebut menunjukkan bahwa Ibu Dewi adalah kandidat yang paling pantas menjadi kepala sekolah. Sayangnya, beliau menolak jabatan tersebut karena keinginannya untuk tetap bisa mengajar dan bertemu dengan anak-anak muridnya di kelas. Melalui proses negosiasi dengan kepala yayasan akhirnya beliau dipercayakan untuk menjadi wakil kepala sekolah bagian kurikulum setelah sepuluh tahun lamanya mengabdi di sekolah tersebut.

Selain menjadi guru sekolah dasar, beliau juga sempat membuka bimbel tambahan untuk murid-murid kelas enam. Kegiatan ini mendapat respon positif dari orang tua murid dan mendapat banyak peminat, sayangnya partner yang membantu beliau mengajar di tempat bimbel miliknya memutuskan untuk berhenti setelah menikah. Keputusan yang diambil oleh teman kerjanya tersebut, membuat beliau kesulitan menyesuaikan waktu bimbel dengan waktu bekerja mengingat jam kerja beliau yang cukup padat. Alhasil usaha sampingan tersebut hanya bertahan sekitar kurang lebih dua tahun.

Dengan berbagai perjalanan menemukan pekerjaan sampai akhirnya memutuskan untuk pindah ke Pulau Jawa dan terpaksa jauh dari orang tua beliau akhirnya menemukan pekerjaan yang terbaik, karena menjadi seorang guru adalah kebahagiaan tersendiri bagi Ibu Dewi, bertemu dengan anak-anak adalah pengalaman hidup yang menyenangkan, meski sempat kesulitan di tahun-tahun pertamanya bekerja sebagai guru dan memiliki niatan untuk mencari pekerjaan lain, beliau tidak sekalipun menyesali pilihannya untuk menjadi seorang guru.