Unggahan Lapor Diri

 

“Bumi Pasundan diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum”, Kutipan dari M.A.W. Brouwer tersebut  dapat ditemukan di jalan Asia Afrika, terpampang besar seakan meyakinkan setiap yang membacanya jika Bandung lahir dengan sangat terberkati oleh Tuhan. Jalan Asia-Afrika seakan seperti manusia yang memiliki dua kepribadian. Ada hiruk pikuk kehidupan yang berbeda pada siang dan malam hari. Asia-Afrika, jalan yang menjadi saksi bisu sejarah kemerdekaan Indonesia di era kolonial memang menyimpan banyak cerita. Gedung Merdeka yang berdiri kokoh, bangunan-bangunan heritage yang menjadi cagar budaya, hingga rentetan gedung peninggalan era belanda yang masih terawat sampai sekarang turut mewarnai cerita sejarah dari Jalan Asia-Afrika. Ya, saksi bisu sejarah itu lebih menyenangkan bila dilihat pada siang hari. Saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat dan memunculkan senja ke peraduan, kehidupan yang sebenarnya di sepanjang jalan Asia Afrika mulai terlihat.

Dinginya angin malam Kota Bandung yang menerpa di sepanjang Jalan Asia-Afrika selalu berhasil membuat siapa saja meremang, yang kebetulan melewat langsung merapatkan jaketnya dan melanjutkan perjalanan. Jangan dikira tidak ada kehidupan di Jalan Asia-Afrika pada malam hari. Justru menjelang malam, Asia Afrika menjadi lebih hidup dan berwarna bila dibandingkan dengan keadaannya ketika siang hari. Hiruk-pikuk warga kota bandung yang berlalu-lalang dengan kendaraan bermotor, menuju rumah tempat mereka beristirahat sehabis penat karena melakukan pekerjaan. Lalu, ada hilir mudik dari muda-mudi yang ingin menghabiskan sisa malam di Kota bandung juga turut mewarnai malam hari di Jalan Asia-Afrika. Tidak lupa, juga ada segelintir orang yang menggantungkan hidupnya untuk mencari pundi-pundi rupiah di Asia Afrika.

Pengamen-pengamen jalanan bernyanyi dengan penuh semangat untuk menjajakan suara mereka demi mendapatkan rupiah untuk sesuap nasi, ada juga yang hanya duduk diam sambil menadahkan tangan, menunggu rasa iba pengunjung yang lalu-lalang. Pedangang-pedagang asongan juga setia duduk menjaga dangangan mereka, siapa tau ada pengunjung yang tertarik membeli. Selain itu, lekukan-lekukan dibalik tembok bangunan juga dipakai sebagian orang sebagai tempat beristirahat mereka, melepas penat dan memejamkan mata. Untuk menyambut hari esok yang mungkin akan lebih keras dari hari ini.

Masih dalam tekat untuk mencari rupiah, sejumlah orang mulai sibuk merias diri, bersolek dengan baik nan dramatis untuk menarik perhatian pengunjung. Sebagian menyerupai hantu-hantu menyeramkan khas legenda nusantara, sementara yang lain menyerupai tokoh-tokoh favorit dari sebuah film. Pocong, kuntilanak, sundel bolong, buto ijo, hingga genderuwo adalah sosok yang pasti ditemui oleh pengunjung ketika melewati jalan Asia-Afrika. Tetapi tidak perlu risau, mereka bukanlah hantu sungguhan. Akan ada banyak jeritan ketakutan dari pengunjung yang berlalu lalang karena dijahili oleh hantu-hantu jalanan tersebut. Paling sering terlihat adalah cara mereka yang mengejutkan penunjung secara tiba-tiba, melambaikan tangan dari kejauhan, atau muncul dibelakang pengunjung tanpa sepengetahuan mereka. Namun, tidak perlu khawatir, karena sesungguhnya itu hanya sebuah usaha untuk menyambung hidup. Dari cara itulah mereka mendapatkan pundi-pundi rupiah. Bagi Anda yang kebetulan berkunjung dan ingin mengenang Bandung dengan unik, tidak ada salahnya untuk mencoba berfoto bersama hantu di jalan Asia Afrika.  Tidak ada harga khusus yang dipatok ketika ingin berfoto dengan para hantu, Anda bebas menentukan dan ditambah lagi mungkin ada akan mendapat bonus kelakar dari para hantu yang cukup menggelitik.

“Biasanya sampai jam berapa disini pak ?” tanya Mari, salah seorang pengunjung.

“Disini paling sampai jam 12 malam. Sehabis itu ganti personil, jadi hantu beneran.” Kelakar buto ijo yang sedang berdiri menunggu pengunjung yang ingin berswafoto dengan ia dan teman-temannya.

 

Puas berjalan-jalan melihat jenis-jenis hantu, bila perut mulai keroncongan tentunya anda tidak perlu khawatir. Terdapat aneka kuliner yang dapat dinikmati oleh pengunjung. Tidak perlu ongkos lain, cukup rela berjalan kaki sedikit ke arah Jalan Cikapundung. Dari depan bisa terlihat ada banyak jajaran pedagang, mulai dari yang mengunakan gerobak kecil hingga tenda. Mulai dari makanan ringan, makanan berat, hingga minuman semuanya ada disana. Bosan dengan makanan lokal, masih ada banyak opsi jajanan atau makanan dari mancanegara. Anda tidak akan merogoh banyak kocek untuk membeli makanan di sini. Kisaran harga relatif terjangkau, mulai dari Rp5.000 sampai dengan Rp25.000.  Jika beruntung, Anda dapat menjumpai pedagang yang menjajakan makanannya sambil beratraksi.

Selain yang disebutkan diatas, pengunjung juga dapat melakukan wisata religi di daerah ini. Puas berjalan-jalan di kawasan Asia-Afrika, Masjid Agung Kota Bandung dapat menjadi pilihan tepat untuk melepas lelah. Hanya berjalan lurus sekitar 30 meter kedepan dari arah jalan Asia-Afrika, Anda bisa melihat Masjid Agung Kota Bandung yang berdiri kokoh, terlihat indah dengan gemerlap lampu dan menaranya yang menjulang tinggi. Anda juga akan disambut dengan keindahan arsitektur dan desain interior Masjid Agung Kota Bandung. Masjid yang diperkirakan telah berdiri sejak tahun 1812 ini selain digunakan sebagai tempat beribadah juga dipakai sebagai pusat kegiatan agama lainnya seperti dakwah, kajian, hingga peringatan hari besar Islam.

Meski malam makin larut, tak perlu khawatir tentang bagaimana cara untuk kembali pulang. Bagi Anda yang tidak membawa transportasi pribadi atau berpetualang sendirian, akan banyak Anda jumpai para driver transportasi online di halte Alun-Alun. Sambil menunggu jemputan pulang, sejenak Anda bisa menatap jalan Asia-Afrika. Lampu-lampu jalan, bangku di sepanjang trotoar, bangunan heritage, hantu-hantu cosplayer, jajanan enak dan murah, ketenangan di dalam masjid, dan rasanya udara malam Bandung yang kian menusuk melengkapi ingatan Anda tentang petualangan antarbenua Asia-Afrika.

*R/NR*

Scroll to Top