Memetik Awal Perjalanan Kopi dari Kaki Gunung Manglayang

Kopi adalah minuman rempah yang banyak manfaat dengan ciri khas rasa dan aroma yang beragam, ada pahit, manis, dan asam. Dipetik dari kebun, dalam bentuk ceri kopi merah yang tak berarti hingga menjadi biji dengan nilai tinggi, memanggil semua orang untuk sekedar menikmati.

Hamparan ladang luas perkebunan kopi di kaki gunung Manglayang menjadi awal mula hulu perjalanan kopi, salah satu sajian minuman yang banyak digandrugi saat ini. Kebun seluas delapan hektar ini diberi nama Kiwari Farmers. Berasal dari bahasa Sunda ‘Kiwari’ yang artinya kekinian. Identik dengan generasi muda yang mampu memberikan inovasi dan kreativitas.

Berawal dari keprihatinan Ibu Hermin Karlina seorang pegiat tani di Jawa Barat, menjadi cikal-bakal perjalanan terbentuknya Kiwari Farmers. Dari permasalahan lingkungan Kaki Gunung Manglayang, Ia berusaha menemukan solusi agar lingkungannya lebih sejahtera. Dengan melakukan riset, Ia menyimpulkan bahwa tanaman kopi dianggap cocok untuk menghijaukan kembali daerah tersebut. Ibu Hermin mulai menanam benih-benih kopi di tanah seluas dua hektar miliknya di sana.

November 2015, berangkat dari usaha Ibunya menghijaukan kembali kaki Gunung Manglayang dan kegundahan mengenai kesejahteraan petani kopi, Irfan Rahardian bersama dua rekannya semasa Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu Andry Yanuar dan Muhammad Fajrur, mendirikan Kiwari Farmers. Petani kopi, pada saat itu mengalami kebingungan dalam pendistribusian biji kopi hasil panennya, yang pada akhirnya biji kopi tersebut dijual murah kepada tengkulak. Petani kopi juga mendapatkan margin paling rendah dari penjualan.

Kiwari Farmers memiliki lahan seluas dua hektar milik pribadi, dan enam hektar milik perhutani. Secara produksi, dua hektar tersebut untuk menghasilkan kopi luwak dan sisanya untuk menghijaukan ekosistem di daerah kaki Gunung Manglayang.

Kopi yang ditanam merupakan kopi jenis arabika. Mengambil peluang dari segi penjualan kopi, arabika lebih tinggi dibanding kopi lain. Pembibitan kopi yang memakan waktu cukup lama yaitu selama empat tahun hingga pohon bisa untuk dipanen. Ditanam di ketinggian 1.200 mdpl, dengan tinggi tanaman relative setinggi rata-rata orang dewasa. Di tengah-tengah kebun tersebut terdapat satu kolam dan gubuk kecil untuk beristirahat. Selain itu terdapat juga tempat untuk menjemur biji kopi hasil panen.

Enam petani menjadi pekerja di perkebunan Kiwari, dengan jadwal panen yang hanya satu tahun sekali. Pun dengan perawatan yang tidak sulit namun tidak pula mudah. Pohon harus sering dilihat kualitasnya, apakah terjangkit hama atau tidak. Di tahun pertama masa panen, Kiwari Farmersmendapatkan hasil panen sebanyak 300kg dan setiap tahunnya hasil panen selalu bertambah.

Kiwari Farmers berdiri kokoh dengan tiga prinsip kesejahteraan yang diusung, yaitu kesejahteraan lingkungan (environment conservation), kesejahteraan hewan (animal welfare), dan kesejahteraan petani atau perdagangan yang adil (fair trade),” ujar Andry Yanuar

Selain perkebunan kopi, Kiwari Farmers juga mengembangkan usaha warung kopi dan resto dengan mengolah hasil panen yang mereka. Warung Kopi Kiwari mengusung tema warung kopi tradisional. Menu yang disuguhkan hanya sebatas kopi dari perkebunan sendiri, kopi dari sembilan gunung lain di Indonesia serta camilan ringan pendamping kopi. Sementara Bumi Kiwari merupakan sebuah restoran yang menyajikan menu-menu unik dengan bahan utama kopi. “Konsep minum kopi itu sangat sederhana, hanya butuh air, kopi, dan tempat duduk,” kata Andry Yanuar sembari tersenyum lebar.

Dari perkembangan usaha inilah mereka mendapatkan timbal balik untuk perkebunan. Karena 80% penghasilan yang didapatkan akan didistribusikan kembali dalam bentuk bantuan sarana produksi berupa pupuk, perawatan kebun, dan lain-lain.

Industri kopi di Indonesia dapat dikatakan sangat menguntungkan baik dalam negeri maupun luar negeri, mengingat Indonesia merupakan salah satu penghasil kopi terbanyak di dunia. Berangkat dari sana, apa yang dilakukan Kiwari Farmers, merupakan sebuah usaha tuk mengembangkan kembali perindustrian kopi di hulunya. Mereka akan terus memetik keinginan untuk tumbuh dan berkembang, dan membawa perubahan untuk pelaku kopi di Indonesia.

(DF)