Unggahan Lapor Diri

Desa Trusmi wetan terkenal dengan budaya yang kental juga dikenal sebagai tempat dimakamkannya sesepuh yang dianggap kramat oleh masyarakat. Berada dalam puing-puing sejarah dan adat yang kental, masyarakat Desa Trusmi Wetan dikenal sebagai masyarakat yang berani dan tangkas. Menapaki Tanah ini saya bertemu dengan pahlawan yang sepintas pergerakannya masih dipandang sebelah mata. Sosok tersebut adalah wanita paruh baya yang bergerak untuk mengurangi sampah yang kini membeku menjadi tumpukan mematikan bagi masyarakat sekitar. Bagaimana tidak, sampah-sampah tersebut menimbulkan berbagai macam penyakit seperti diare, malaria, penyakit kulit, penyakit sistem pernafasan dan Lainnya. Beliau hanyalah ibu rumah tangga yang sangat peduli dengan kondisi yang memprihatinkan ini, Beliau pun bersikeras memutar otak mencari jalan keluar untuk membantu masyarakat menengah ke bawah untuk mendapat penghasilan tambahan. Sebelum Ibu Aning berupaya mencari solusi atas banyaknya sampah yang berserakan di desa Trusmi, Bu Aning memang dikenal sebagai sosok yang bijak dan mementingkan orang lain. Ibu Aning diajak bekerja sama oleh karyawan yang bekerja di PT. BATIK TRUSMI. Yang menggerakan karyawan Trusmi dengan nama Trusmi Group adalah Bang Muson. Dia merupakan karyawan teladan dan memimpin gerakan sosial Trusmi Group. Awalnya Bang Muson mengenal Ibu Aning dan mengajaknya bekerja sama untuk membantu masyarakat Trusmi Kurang mampu terlebih adanya program “bedah rumah Trusmi” yang dilakukan mulai tahun 2018 untuk mereka yang dipilih berdasarkan kriteria tempat tinggal yang kurang layak. Namun karena kerja sama antara Bang Muson dan Ibu Aning berjalan dengan baik, Bang Muson dengan rekan rekan Trusmi group peduli sepakat untuk melanjutkan kerja sama dengan Ibu Aning.

Melihat potensi sampah yang begitu banyak juga bang Muson yang kenal dengan tokoh cendekiawan di desa Cupang, Kabupaten Cirebon. Desa cupang dikenal sebagai desa dengan nilai sumber daya alam yang melimpah. Banyak wisatawan datang, potensi sampah akibat wisatawan tersebut menjadi meningkat namun tokoh cendekiawan di sana membuat gerakan pengolahan sampah menjadi barang bermanfaat. Perjalanan bank sampah yang digerakan oleh bang Muson dan dipimpin oleh Ibu Aning pun dimulai dari mempelajari aktivitas warga Desa Cupang beserta cara pengolahan sampah. Kelompok Ibu Aning turut hadir dari Desa Trusmi menuju Desa Cupang menggunakan mobil dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Di Desa tersebut Ibu Aning mulai mempelajari prosedur mengenai pemanfaatan sampah. Pertemuan tersbut dilakukan pada bulan juli tahun 2019. Sampai Ibu Aning punya cukup bekal untuk membangun program “Bank Sampah”.

“Bu Ning mau nabung sampah” begitulah kalimat yang kerap muncul dari mulut masyarakat Desa Trusmi Wetan. Wanita yang lahir di Bandung pada tanggal 31 Oktober 1971 ini merantau ke Cirebon dan menikah dengan Suami nya yang merupakan masyarakat asli Desa ini sebagai guru. Sebagai pendatang pemilik nama Aning Ratnaningsih ini memiliki cita cita yang luar biasa. Melihat wilayah Trusmi merupakan tempat wisata sehingga sampah yang dihasilkan pun lebih banyak. Bersama dengan pemuda dan juga beberapa ibu rumah tangga dari berbagai blok desa. Ibu Aning yang sekaligus menjadi penggerak “Bank Sampah” berhasil mewujudkan pergerakannya. Sampah rumahan dan juga sampah di lingkungan sekitar berkurang semenjak didirikannya bank Sampah pada Agustus 2019 kemarin. Seperti hal nya bank, nasabah tersebut adalah masyarakat yang ikut serta dalam pergerakan bank Sampah, berbeda dengan bank pada umumnya, masyarakat menabung sampah bukan uang. Namun sampah-sampah yang ditabung dan dicatat oleh kelompok Ibu Aning ini nantinya akan disetor kepada pengepul yang lebih besar. Masyarakat yang memilah sampah dan menabung nya akan diberikan buku tabungan. Uniknya tidak hanya menabung, menjual sampah ke Ibu Aning pun akan langsung mendapat uang namun uang yang akan diterima nasabah ini lebih besar jika ditabung terlebih dahulu. Setiap nasabah akan mendapatkan buku tabungan khusus dari Bank Sampah Trusmi Group.

Selain menjaga kebersihan lingkungan dari banyaknya sampah yang berserakan. Ibu Aning perlahan membantu masyarakat sadar akan pentingnya menjaga kebersihan. Program yang dipimpin ibu Aning ini memberikan banyak pengajaran. Masyarakat terbantu sedikit demi sedikit dari segi finansial meski tidak terlalu banyak perolehan dari ‘mengumpulkan sampah’ namun ketika ditabung uangnya maka tidak terasa ketika hari raya masyarakat memiliki tabungan dari ‘sampah’ yang sudah dikumpulkan selama satu tahun. Selain itu, Ibu Aning juga mengajarkan betapa pentingnya menabung dan menyisihkan uang dari setiap penghasilan untuk berjaga-jaga bilamana terdaoat situasi dan kondisi yang akan banyak menguras biaya.

Ibu Aning sebelumnya pernah bergerak dalam bidang bisnis batik. Bisnisnya pun sudah terkenal ke seluruh kota di Jawa Barat. Namun perjalanan bisnisnya tidak semulus yang diharapkan. Bersama dengan suaminya Ibu Aning berupaya mencari pekerjaan yang juga bisa membantu masyarakat. Akhirnya beliau memutuskan untuk berdagang di rumah sambil memaksimalkan kegiatan nya sebagai pelopor Bank Sampah di Desa Trusmi Wetan. Ibu dari tiga anak ini sehari-hari memantau gudang bank sampah yang sengaja di bangun atas izin masyarakat dan aparat desa. Memberikan pekerjaan kepada Tukang becak untuk mengangkut sampah-sampah ke tempat pengepul.

Masih dalam keluarga Ibu Aning. Sebagian masyarakat wilayah Kabupaten Cirebon mengenal sosok perawat yang ramah. Perawat tersebut bernama suster Pegri Nur Youlanah yang bis dipanggil Egi, Mbak Egi merupakan putri pertama Ibu Aning. Perjalanannya sebagai seorang perawat memang seperti biasa. Namun, ada kisah haru dibalik perjuangan menjadi seorang perawat yaitu sengaja menunda untuk menikah demi membantu adiknya kuliah, ini mungkin terdengar menjadi hal biasa namun menjadi hal aneh bagi pria yang hendak melamarnya. Banyak dari mereka mundur ketika mengetahui niat baik dari mbak Egi. Seperti pepatah yang mengatakan Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Mbak Egi yang lahir di Cirebon, tanggal 4 Juli 1999 ini dikenal sebagai sosok yang dermawan. Banyak masyarakat renta meminta pertolongan untuk merawatnya. Sebelum bekerja ke rumah sakit setiap hari Mbak Egi mengontrol keadaan tetangga dan memberikan pengobatan lebih awal. Aktivitas yang dilakukannya tersebut sebagai wujud mengabdi kepada masyarakat. Tidak meminta dan memberi tarif kepada pasien yang berada di dalam perawatannya menjadi penguat agar tetap menjadi anak yang berbakti dan dermawan. Hal yang dilakukannya semata-mata karena dia menyukai dan juga sebagai pengingat bahwa ilmu yang didapat harus memiliki manfaat bagi orang sekitar. Mbak Egi berkuliah di jurusan Keperawatan dengan jenjang Diploma 3 di Politeknik Kementrian Kesehatan pusat di Tasikmalaya. Awal memasuki perkuliahan pada tahun 2012 dan lulus pada tahun 2015. Selama menjalani perkuliahan banyak sekali lika liku dan rintangan karena keterbatasan biaya. Namun berkat ketabahan dan sifat pantang menyerah yang dimilikinya membuat Ia mampu melanjutkan pendidikan sampai di titik saat ini. Pengalaman berharga tersebut yang menjadikan Mbak Egi tidak mau menyia-nyiakan ilmu nya dan selalu membagi kebaikan untuk orang-orang sekitar.

Seperti ajaran Orang tua nya “tolong orang terdekat kamu gi, ibu sama ayah berdoa supaya ilmu anak ibu itu bisa bermanfaat untuk nolong orang lain”. Karena kedermawanan nya banyak masyarakat yang merasa tidak enak hati, mereka yang sudah diobati oleh mbak egi sengaja memaksa untuk memberikan hadiah namun suster pegri pun bekerja sama dengan Ibu nya, Ibu Aning. Jika memang ingin memberikan buah tangan untuknya maka bisa memberi ‘sampah’ yang sudah dipilah. Lagi-lagi ini tentang edukasi betapa penting nya menjaga kebersihan dan kesehatan. Bahkan mbak egi sendiri memberikan makna yang berharga bahwa dengan sampah yang dipandang menjijikan saja bisa menjadi obat untuk yang sakit. Hal tersebut dibuktikan dengan perbuatannya yang dilakukan kepada pasien yang membutuhkan bantuan tangan nya.

Dari perjalanan kisah Ibu Aning sebagai pelopor Bank Sampah di daerahnya dengan Putri pertamanya suster Pegri yang dikenal sebagai perawat yang dermawan. Mengajarkan makna yang begitu berharga bahwa kebaikan tidak hanya diperuntukkan untuk diri sendiri melainkan untuk membantu orang. Dari sepenggal sampah yang tidak berharga ternyata bisa menjadi bala bantuan. Hal-hal kecil seperti sampah jika tidak bisa diolah dengan cerdas dan bijaksana tentu akan membawa segudang masalah dan penyakit. Tetapi jika masyarakat cerdas untuk mengolah sampah dan memaknai sampah sebagai sesuatu yang  bisa bermanfaat. Sampah bisa membantu masyarakat dari segi finansial dan bahkan menjadi obat seperti halnya cerita dari suster pegri yang dibayar pasien dengan sampah.

(RYN)

Scroll to Top