Unggahan Lapor Diri

Pahlawan menurut kbbi online yakni orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani; hero. Namun pahlawan menurut generasi millennial tidak hanya sebatas ‘pejuang gagah berani perebut kemerdekaan’ tapi lebih luas dari itu. Pahlawan bisa saja para pejuang lingkungan, buruh migran, atau siapapun yang rela berkorban atas dirinya demi orang lain di berbagai sektor atau bidang.i Baik lingkup besar ataupun kecil, pahlawan bisa dimaknai berbagai oleh tiap-tiap individu. Begitu juga denganku, menurutku siapapun bisa jadi ‘pahlawan’ dalam berbagai makna, menurutku pahlawan adalah seseorang yang rela mengorbankan bagian penting dari kehidupannya untuk orang lain. Selayaknya dia, yang selalu mengorbankan bagian penting dari hidupnya untukku. Seperti halnya sebagian besar waktu, yang dia luangkan untuk melindungiku. Pahlawan di mataku adalah dirinya. Aku hidup menatap punggungnya. Layaknya detik waktu yang terus bergulir. Pandanganku tetaplah tertuju padanya. Tiap-tiap tingkah laku juga tutur kata menjadi bentuk wujud kisahku di kemudian. Setidaknya, negara punya pahlawannya yang rela mempertahankan hingga titik darah penghabisan. Dunia bahkan punya berbagai kisah heroik yang dicatat dalam sejarah. Aku, punya kisahku memiliki saudara sedarah dengan tiap detiknya menjadi inspirasi untuk bertahan dan berkembang menjadi manusia yang setidaknya mencoba lebih baik dari hari kemarin.

Jejak Kehidupan Seorang Dita

Dia adalah saudariku, satu-satunya saudara perempuanku. Dita Ashri Andyini namanya, wanita kelahiran Jakarta 26 Desember 1992. Kini ia adalah seorang istri dari Perdana Rafi Setyo, kekasihnya selama 9 tahun. Perjalanan hidupnya merupakan hal inspiratif yang sangat aku hargai. Setiap detik bersamanya menjadikan detik lainnya lebih berharga. Belajar darinya, bahwa bermanfaat adalah satu bentuk tuntutan kehidupan. Menjadikan sebuah alasan untuk kita menyebut diri ‘manusia’, Dita terlahir dalam keluarga yang cukup ‘ramai’, ia memiliki seorang kakak dan dua adik. Menjadi anak kedua adalah takdir yang menggariskan hidupnya untuk bisa memahami kehidupan dengan bijak.

Guratan Takdir Mendengar

Keluh Kesah Sebagai anak kedua, satu hal yang seringkali menjadi tanggung jawab tak kasat mata adalah ‘Kamu harus mengalah pada kakakmu, dia lebih tua darimu. Kamu harus mengalah pada adikmu, dia lebih muda darimu’. Sederhana, namun menjadi satu tanggung jawab besar bagi si anak kedua. Dita menjalaninya, sejak detik pertama ia memiliki seorang adik, kemudian menyusul yang kedua. Hari-hari berikutnya hal yang selalu dijalaninya adalah ‘mengalah’. Mengalah juga membuatnya terbiasa diam, mendengarkan orang di sekelilingnya dibandingkan sibuk berbicara. Namun hal ini menjadi rutinitas yang dijalaninya, hingga ia tidak menganggap itu adalah bentuk tanggung jawab tapi menjadi bagian dari dirinya yang sudah sepatutnya dijalani.

Dita terbiasa mendengarkan keluh kesah orang lain, bahkan kala itu ia masih duduk di bangku kelas 3 SD namun orang dewasa di sekitarnya mengeluh padanya. Ia hanya diam, mendengarkan. Karena seringkali seseorang bercerita tidak butuh saran atau tanggapan, hanya butuh didengar. Namun sejak saat itu ia pun sadar, seseorang perlu ‘membuang’ masalahnya dengan cara berkeluh kesah atau menceritakannya, hal ini ibarat sampah yang tidak boleh terlalu lama didiamkan. Jika itu terjadi maka akan membusuk lalu merusak sekitarnya. Pun jika seseorang memendam ‘masalahnya’, hal itu akan merusak dirinya. Pemahaman ini pula yang akhirnya menjadikan Dita sebagai ‘tempat sampah’ bagi banyak orang, termasuk diriku. Setiap hal, bahkan tiap detik kehidupanku bak terukir dengan baik dalam memorinya. Dita adalah seseorang yang selalu ada bagi keluarga, kerabat dan orang-orang terdekatnya untuk mendengarkan tatkala tidak ada satupun orang yang ingin mendengar. Lalu ketika ditanya apa manfaat bagi dirimu sendiri dengan banyak mendengar, Dita menjawab, “Kalo kita mendengarkan orang itu kita jadi bisa punya pengalaman tanpa harus mengalaminya sendiri, terus bisa tahu banyak hal tanpa perlu kita cari tahu.”

Psikologi, Ilmu Penopang Guratan Takdir Dita bermimpi untuk menjadi seorang dokter, namun takdirnya menjawab bahwa ia memasuki jurusan psikologi. Hal ini ternyata sejalan dengan takdirnya, seorang psikolog adalah profesional dalam bidang ‘mendengarkan’ masalah orang lain dan membantu menyelesaikannya. Sejak ia mengenyam pendidikan S1 Jurusan Psikologi, ia semakin memahami korelasi ‘perannya’ menjadi pendengar selama ini. Bahkan berdasarkan keilmuan semakin meneguhkan bahwa ketika seseorang punya masalah mereka tidak terlalu membutuhkan sebuah solusi dari orang lain, tapi mereka hanya ingin didengar dan menumpahkan semua emosinya agar hatinya merasa lega. Karena sesungguhnya emosi dan perasaan negatif yang dipendam terlalu lama bisa membusuk dan merusak hati. Sejak ia mempelajari ilmu psikologi juga, ia semakin bisa memahami berbagai permasalahan orang lain yang diceritakan padanya. Memahami dalam artian ‘dengan ilmu’ tidak sebatas otodidak seperti dulu. Dita pun sesekali sudah mampu memberikan sedikit ‘pencerahan’ bagi mereka yang bercerita padanya. “Ketika teteh berusaha untuk memberi pencerahan pada seseorang, teteh selalu mencoba untuk tidak ‘mendukung’ emosi negatifnya, tapi menenangkannya agar bisa berpikir secara objektif atas masalahnya sendiri.” Aku tentu memahaminya, bagaimana Dita selalu mencoba untuk ‘menarik’ kita dari emosi negatif menjadi netral kemudian bisa berpikir jernih. Karena menurutnya, tiap-tiap masalah yang hadir pada kehidupan kita, tentu kunci untuk menyelesaikannya hanya kita yang tahu. Orang lain hanyalah ‘jembatan’ untuk kita menemukan titik terang itu.

Belajar Memandang Dunia dengan Mendengar

Selayaknya menjadi judul utama dalam tulisan ini, nilai penting yang aku pahami adalah ‘Memahami dunia bukan hanya dengan melihat, tapi juga harus mau mendengar.’ Hal inilah yang mungkin hingga detik ini pun masih kupelajari. Banyak orang sibuk berbicara katanya, tapi hanya sedikit orang yang mampu meluangkan detik waktunya untuk mendengar. Mendengar itu adalah kunci memahami. Dengan mendengar membuat kita belajar banyak hal, memahami seseorang dengan mendengarnya bercerita layaknya jendela yang terbuka lebar. Dita bisa memandang jauh ke dalam dengan mendengarnya. “Meluangkan waktu untuk mendengar bisa menyelamatkan hidup dan masa depan seseorang.” Tuturnya. Dita sudah banyak melakukannya, pun menurutnya hanya lima belas menit waktunya mendengarkan orang lain bisa jadi berdampak besar bagi orang tersebut. Menumpahkan satu bentuk emosi negatif yang menjadikan seseorang kembali pada titik netralnya dan mampu menjalani harinya dengan baik adalah satu langkah Dita menjadi orang yang bermanfaat. “Karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain bukan?” Ucapnya, mendengar adalah langkah kecilnya untuk bermanfaat bagi orang lain.

Ketika ditanya, apa harapannya sebagai seseorang yang terbiasa ‘mendengar’ diantara banyak orang yang sibuk ‘berbicara’, Dita pun menjawab. “Ingin selalu bisa dipercaya orang untuk mendengarkan cerita mereka, karena dengan hal sesederhana itu bisa jadi bermanfaat besar buat orang lain.” Menurutnya menceritakan suatu masalah itu gak gampang dan gak semua orang bisa dikasih kepercayaan itu. Jadi kalo dikasih kepercayaan itu menurutnya adalah sebuah penghargaan.

Lalu pertanyaan terakhirku adalah bahwa selama ini Dita sudah mendengarkan banyak orang lalu siapa orang yang paling berkesan untuknya dengan ‘mendengarkan’ dan meluangkan waktunya menjadi manfaat bagi orang itu. Dita menjawab, bahwa project terbesar hidupnya adalah aku. Aku pun setuju, karena sejak kecil dia lah yang selalu melindungiku. Ada satu titik dimana ketika kecil dulu, dia lah yang memelukku erat ketika ada hal-hal buruk terjadi. Hingga luka itu tidak berjejak dan berdampak pada masa depan.“Dulu waktu liat ade terluka, teteh punya tujuan untuk membuat ade tumbuh dan berkembang jadi anak yang selalu ceria, hidup bahagia dan sukses di masa depan tanpa terpengaruh luka masa lalu yang pernah ade punya. Luka itu harus sembuh sehingga ngga ngerusak hati ade yang baik.” Tuturnya padaku. Itulah ‘pahlawan’ku, mengorbankan jutaan bahkan miliaran waktunya untuk ‘mendengar’ dan melindungiku sejak kecil hingga detik ini.

Scroll to Top