Unggahan Lapor Diri

Sumber: Dokumentasi Mojang Damkar Bandung

BAGAI mencari jarum di tumpukan jerami. Barangkali, peribahasa tersebut tepat untuk menggambarkan 31 perempuan luar biasa anggota Pusat Mojang Damkar kota Bandung. Dalam benak banyak orang, profesi penantang api lebih banyak ditekuni oleh kaum adam. Secara naluriah, kaum adam mempunyai keberanian untuk mengambil risiko yang sangat tinggi dalam memadamkan si jago merah.

Namun, stereotipe ini dipatahkan oleh perempuan-perempuan tangguh dan mempunyai keberanian yang melebihi perempuan lain pada umumnya. Pasukan Mojang Damkar asal Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (DKPB) Kota Bandung membuat banyak masyarakat terkagum.

Memadamkan si jago merah, melakukan pendinginan pasca kebakaran, melakukan pertolongan pertama pada korban, menyelamatkan korban yang terjebak si jago merah dan membawa kendaraan pemadam kebakaran dengan kecepatan yang tinggi tentu bukan hal yang asing bagi pasukan Mojang Damkar. Mereka tidak menjadi pengecualian hanya karena mereka perempuan, mereka juga seringkali ambil andil dalam setiap kebakaaran yang terjadi di Kota Bandung.

Melihat si jago merah sedang membara merupakan hal yang jarang ditemui oleh pasukan Mojang Damkar untuk sekarang-sekarang ini. Mereka berkata bahwa, “Kalau sekarang, masyarakat lebih mengetahui bagaimana melakukan pemadaman api karena penyuluhan-penyuluhan yang telah diberikan oleh kami juga. Jadi, sekarang kami kalau sampai di lokasi, biasanya tinggal melakukan pendinginan saja,” ujar salah satu pasukan Mojang Damkar.

Sumber: Dokumentasi Mojang Damkar Bandung

 

Mojang Damkar sendiri terbagi ke dalam beberapa divisi seperti divisi pemadam, rescue dan pengemudi. Salah satu pemadan yang bernama Ratika, perempuan asal Bandung, dan masih berumur 35 tahun ini sudah menjadi pasukan Mojang Damkar selama 13 tahun lamanya. Banyak pengalaman yang sudah dilewati oleh perempuan ini, tapi ada satu peristiwa yang tak akan pernah hilang dari benak Ratika, “Kita kehilangan dua rekan kita saat bertugas memadamkan api waktu di Ujung Berung, Sukaasih,” ucap Tika –panggilan akrabnya. “Kejadiannya sekitar dua tahun lalu, tetapi hal tersebut sangat berbekas bagi kita, sampai di abadikan di aula kita sangking dikenangnya,” tambah Tika kemudian.

Menjadi Mojang Damkar, tentunya ada beberapa risiko tersendiri. Diantaranya fakta bahwa perempuan lebih mengingat peristiwa sedih dan cenderung lebih susah sembuh dari trauma membuat Ratika dan pasukannya kesulitan dalam bertugas semenjak kehilangan kedua rekannya. Ratika sendiri berkata bahwa dirinya sempat menolak beberapa kali tugas kebakaran lantaran masih terbayang bagaimana kedua rekannya tewas karena si jago merah.

Menjadi seorang pemadam kebakaran, pastilah mempunyai banyak sekali risiko dalam bekerja terutama dikala sedang menghadapi si jago merah. Alasan pribadi Ratika dan pasukan memilih untuk menggeluti profesi ini sebagai perempuan adalah unsur kemanusiaan. Disamping bekerja memadamkan api, menyelamatkan orang lain, dan membawa mobil dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai ke lokasi, mereka menganggap bahwa pekerjaan ini adalah pekerjaan yang bisa menolong orang banyak.

Bekerja sebagai pasukan Mojang Damkar tentunya dibutuhkan kekompakan tim karena kebersamaan yang sangat dijunjung di dalam DKPB, ibarat kata jikalau memadamkan si jago merah hanya dengan satu orang atau sendiri-sendiri, padamnya akan lama. Namun, apabila melakukan pemadaman api bersama-sama, maka pemadamannya akan lebih cepat. Kalau ada salah satu rekan yang egois, bisa saja timnya menjadi hancur dan tidak bisa bekerja sama dengan baik kembali.

Perempuan yang berprofesi sebagai pemadam kebakaran memang masih tabu di kaca mata masyarakat, karena profesi ini memiliki banyak sekali risiko dan kemungkinan-kemungkinan yang negatif. Namun, terlepas dari segala risiko dan kemungkinan tersebut, Mojang Damkar Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Kota Bandung tetap setia terhadap profesi ini dan siap menolong masyarakat melawan si jago merah.

 

*B.B/R.A.M.P.G*

Scroll to Top